Wednesday, May 4, 2011

Laskar Mawar di Negeri Pasca-Harkat


Di Palestina, jika seorang lelaki merasa diinjak harkatnya oleh (tentara) Israel, itu sudah cukup menjadi satu-satunya alasan untuk melakukan aksi bunuh diri. Tetapi jika seorang perempuan Palestina yang melakukan aksi bom bunuh diri, itu pasti bukan disebabkan oleh sebuah persoalan saja, melainkan karena injeksi jalinan persoalan yang berjejalan dengan begitu kompleksnya.

Army of Roses adalah buku yang dengan baik menjelaskan semua itu. Itulah sebabnya buku ini layak dibaca, tidak hanya oleh mereka yang tertarik dengan tema perlawanan bangsa Palestina, melainkan oleh siapa pun yang tertarik dengan wacana feminisme, lebih tepatnya feminisme dalam bentuknya yang "menyimpang".

Jika Farid Essack selalu memersembahkan karya-karyanya untuk sang ibu yang menurutnya mengalami tiga lapis penindasan (oleh patriarki, rasisme, dan kolonialisme), Barbara Victor menyiratkan betapa perempuan Palestina malah mengalami empat lapis penindasan: oleh kolonisasi Israel, nasionalisme Palestina, kultur patriarki, dan juga oleh (doktrin) agama.

Perempuan-perempuan Palestina ditekan oleh sistem patriarki yang ditopang oleh doktrin agama yang ditafsirkan secara patriarkis. Sistem itulah yang membuat perempuan Palestina hidup dalam serangkaian aturan sosial dan agama yang demikian ketatnya: jika berpendidikan terlalu tinggi ia akan dianggap abnormal, jika memandang lelaki ia akan dianggap tak punya malu, jika menolak menikah akan terancam dikucilkan dan diasingkan, jika ketahuan bersetubuh di luar nikah ia akan dianggap pelacur, jika hamil di luar nikah akan menjadi aib bagi seisi keluarga dan kampung dan bahkan bisa dibunuh oleh saudara lelakinya.

Semua tekanan itu membuat banyak perempuan Palestina (terutama yang cerdas dan merasa punya keahlian serta keterampilan) merasa tak cukup punya masa depan. Perlawanan terhadap Israel tidak akan terlalu banyak mengubah keadaan. Menang atau kalah mereka akan tetap tertindas.

Simak saja kisah para perempuan pelaku bom bunuh diri yang dipaparkan Barbara. Wafa Idris adalah perempuan yang dicerai suaminya karena dianggap mandul. Selain dipandang remeh keluarga, Wafa juga dituding tak bisa membantu Palestina dengan melahirkan anak laki-laki yang diperlukan bagi perjuangan. Darine Abu Aisya adalah perempuan yang harus memendam cita-citanya karena dipaksa kawin ketika ia sedang bersemangat mengejar cita-cita menjadi seorang akademisi. Ayat al-Arkhas adalah perempuan yang sangat mencintai ayahnya tetapi ayahnya dikucilkan karena dianggap sebagai mata-mata Israel.

Itu semua adalah lara sosial-kultural yang mereka dera. Dan mereka beroleh sebuah jalan keluar yang esktrem: melakukan aksi bom bunuh diri. Dengan melakukan itu, Wafa, Darine, dan Ayat bisa kembali memulihkan harkat tidak hanya dirinya saja, melainkan juga keluarganya.

Bangsa-bangsa Arab memang sangat menjunjung tinggi harkat. Penegakan harkat itu pula yang disebut Ibn Khaldun sebagai katalisator tumbuh dan rubuhnya sejumlah peradaban Islam klasik. Ketika harkat telah rusak, akan muncul rasa frustasi yang berkarat. Ini akan melahirkan apa yang disebut Akbar S. Ahmed (2004) sebagai "dunia pasca-harkat": dunia yang dipenuhi aksi kekerasan sebagai satu-satunya jalan memulihkan harkat yang telah terkoyak.

Dan dengan jelinya, para pemimpin gerakan perlawanan intifadhah (Hamas, Jihad Islam atau Fatah) berhasil mengeksplorasi jejalin persoalan perempuan yang kompleks itu untuk diubah menjadi keuntungan yang lebih positif bagi perjuangan nasionalisme Palestina dan bahkan untuk menaikkan pamor dan posisi tawar masing-masing kelompok perlawanan itu di hadapan kelompok perlawanan lainnya.

Ketika organisasi Fatah pimpinan Arafat mulai kehilangan pamor karena kegagalannya dalam perundingan dengan Israel, sementara organisasi perlawanan garis keras makin naik pamornya karena aksi-aksi bunuh diri yang heroik, al-Fatah (lewat sayap militernya Brigade al-Aqsa) menemukan senjata perlawanan yang lebih heroik dan menarik perhatian dunia: bom bunuh diri yang dilakukan perempuan!

Pamor Fatah dan Arafat kembali pasang. Arafat sendiri yang membaptis para martir perempuan ini dengan sebutan "Amry of Rose", "Laskar Mawar". Dalam kata-kata Arafat sendiri: "You are my 'army of roses' that will crush Israeli tanks."

Dan sejak itu, organisasi-organisasi perlawanan mulai merekrut perempuan-perempuan Palestina untuk dijadikan syahidah. Dengan entengnya, pemuka-pemuka agama Palestina, misalnya Syekh Yasin, mengubah fatwa yang sebelumnya melarang perempuan untuk ikut berjihad. Mereka bahkan berkampanye bahwa perempuan yang mau berjihad akan sederajat dengan laki-laki.

Sayangnya mereka tidak akan merasakan indahnya persamaan derajat karena persamaan itu baru dimulai dan berakhir pada waktu yang sama: ketika bom yang mereka ledakkan menghancurkan dirinya. Inilah bentuk feminisme yang menyimpang itu. Ironisnya, perlakuan tidak sama harus tetap diterima ketika mereka telah mati. Keluarga yang anak perempuannya mati dalam aksi bom bunuh diri hanya mendapat tunjangan setengah dari yang biasa diberikan pada pelaku laki-laki.

Dengan menelusuri kisah hidup para perempuan yang melakukan aksi bunuh diri, Barbara Victor sekan hendak menunjukkan bahwa apa yang ia paparkan bukan melulu himpunan asumsi teoritik, melainkan (sedikit banyak) juga mempunyai dasar empirik yang bisa diverivikasi siapa saja.

Buku ini akhirnya juga menjadi penegasan yang kesekian atas adanya dua model insting seperti yang dikatakan Freud: insting hidup (eros) dan insting kematian (tanatos). Eros akan membawa manusia untuk selalu melindungi diri (preservase) dan membela diri (defence), sedangkan tanatos membawa manusia pada perusakan diri, tindakan yang menghancurkan, dan menyakiti. Dalam hal perempuan-perempuan Palestina, dua insting itu berujung pada sebuah jalan kematian yang atraktif, indah, sekaligus konyol.

Dan Barbara Victor berhasil menyajikan semuanya dalam sebuah reportoar yang detil, hidup sekaligus menyentuh.

Judul Buku : Army of Roses
Penulis : Barbara Victor
Penerjemah : Anna Farida
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, September 2005
Halaman : xlii + 404 halaman