Wednesday, May 30, 2007

Ide itu Punya Kaki

Dari sembilan buku yang baru saya koleksi, ada dua buku yang menarik minat saya: “Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the Netherland Indies” karangan France Goude dan buku suntingan Vedi R Hadiz dan David Bourchier berjudul “Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia Periode 1965-1999” yang diterbitkan Freedom Institute (selanjutnya saya tulis: buku “Pemikiran”).

Buku “Pemikiran” jauh lebih menarik minat saya ketimbang yang pertama. Buku “Pemikiran” ini tidak sepenuhnya baru karena sudah terbit pada pertengahan 2006 kemarin, tetapi saya baru sempat membelinya minggu lalu dan baru membacanya semalam.

Buku yang di-kata pengantari-i oleh Taufik Abdullah ini berisi puluhan tulisan, artikel, pidato kenegaraan, transkrip wawancara, puisi, pernyataan sikap, press release hingga dokumen kenegaraan yang dianggap memengaruhi atau bisa menggambarkan proses sejarah yang berlangsung selama periode orde baru.

Di buku ini, kita bisa menemukan teks lengkap Supersemar, teks lengkap Petisi 50, Manifesto PRD, teks pidato dan artikel Ali Moertopo ihwal konsep massa mengambang, puisi Widji Thukul, wawancara mendiang Letjen Agus Wirahidukusumo ihwal pencabutan Komando Teritorial, pernyataan sikap alumni UGM ihwal suksesi nasional pada awal 1990-an, pidato Soeharto ihwal Pancasila, syair lagu Iwan Fals, transkrip pidato Amir Biki menjelang peristiwa Priok, deklarasi Sirnagalih yang melahirkan AJI, manifesto anti-kekerasan yang ditulis dan dibacakan Taufik Rahzen, buku putih mahasiswa ITB hingga daftar pertanyaan yang biasa diajukan intelijen Indonesia untuk mengetes seberapa “bersih lingkungan” seseorang.

Salah satu naskah paling menarik yang ada di buku ini adalah sebuah esai pendek yang ditulis anonim dan beredar di milis-milis. Esai ini berjudulnya “Seandainya Saya Manusia Merdeka”. Naskah tersebut ditulis dengan semangat dan teknik bertutur yang hampir sama dengan tulisan Ki Hajar Dewantara yang menggemparkan Hindia Belanda pada 1913: “Als Ik Nederland Was”. Jika Ki Hajar mengritik upacara mengenang pembebasan/kemerdekaan Belanda atas pendudukan Prancis, anonim yang menulis esai Seandainya Saya Manusia Merdeka mengritik upacara perayaan kemerdekaan Indonesia yang juga harus dirayakan oleh warga Timor Timur. Asumsi dasar dua tulisan itu sama: bagaimana mungkin warga terjajah merayakan hari kemerdekaan penjajahnya.

Sejumlah konsep penting Orde Baru, seperti konsep Massa Mengambang hingga P4, bisa ditemukan rujukan konseptualnya dari artikel maupun pidato beberapa elit Orde Baru. Keberadaan ICMI yang cukup berpengaruh di dekade terakhir kekuasaan orde baru bisa ditemukan juga rujukan intelektualnya. Hampir semua peristiwa-peristiwa penting pada masa orde baru diwakili oleh, minimal, salah satu tulisan orang yang terlibat atau melibatkan diri, baik secara langsung maupun sekadar keterlibatan intelektual saja: dari mulai peristiwa Way Jepara, polemik amandemen UUD sebelum reformasi, dll.

Puluhan naskah itu dikumpulkan, dipilih dan disunting sedemikian rupa sehingga membentuk kolase intelektual yang bisa dibaca sebagai salah satu dokumentasi sejarah intelektual di Indonesia pada masa Orde Baru. Jika Foucoult bisa dikutip, buku “Pemikiran” ini barangkali bisa disebut sebagai salah satu naskah yang sedikit banyak bisa menggambarkan “arkeologi pengetahuan” manusia Indonesia.

Buku ini mengingatkan saya pada buku “Indonesia Political Thingking: 1945-1965” suntingan Lance Castle dan Herberth Feith yang terbit pertama kali pada 1970. Bedanya, buku “Pemikiran” terkesan tidak sesistematis bukunya Lance-Feith. Kendati demikian, buku suntingan Vedi Hadiz dan Bourchier ini justru membentuk satu tali yang sinambung sedemikian rupa dengan buku suntingan Castle-Feith.

Buku suntingan Vedi dan Bourchier yang terbit setahun silam itu secara kebetulan menghubungkan saya dengan teks-teks Soedjatmoko (Koko) yang saya baca kembali seminggu lalu. Saya menemukan kutipan menarik dari Koko: “Ide itu punya kaki!” (samar-samar saya masih ingat beberapa tahun yang lalu saya juga pernah membaca kutipan itu dari salah satu Catatan Pinggir-nya GM yang bukan Gus Muh)

Buku “Pemikiran” sedikit membantu saya membayangkan bagaimana “ide itu punya kaki”. Dan dengan caranya yang masih sedikit samar-samar, buku “Pemikiran” secara spesifik bisa membantu saya mengetahui bagaimana “ide-ide” yang dilansir sepanjang periode 1995-1999 secara langsung atau tidak ikut membentuk arus sejarah yang berlangsung sepanjang periode Orde Baru.

Tetapi dengan cara pembacaan terbalik, buku ini juga bisa sedikit banyak menggambarkan bagaimana peristiwa-peristiwa sejarah memengaruhi pikiran manusia Indonesia. Lewat sejumlah peristiwa penting yang terjadi pada periode orde baru itulah, sejumlah manusia (baca: intelektual) Indonesia kemudian memberikan respons intelektualnya.

Pendek kata, buku ini bisa sedikit membantu kita memetakan seperti apa relasi antara “ide” dengan “kenyataan” (baca: sejarah).

Judul Buku: Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia Periode 1965-1999
Penyunting: Vedi R Hadiz dan David Bourchier
Penerbit: Freedom Institute, Jakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: 317 halaman